Assalamualaikum Waarahmatullahi Wabarakaatuh
Alhamdulillahi Robbl Alamiin, Nahmaduhu Wanastaiinu Wanastaghfiruhu,,,Wana Uuddzu Billahi Min Syururi Anfusina Wamin Saayyiati A`Malina...Mayahdillahu Fala Mudhillalah Waamayuddhlilhu Fala Haadiya Lahu.. Asyhadu Allaa Ilaaha Illallah Wa Ashadu Anna Muhammadarrasulullah Allahummasalli Ala Saayidina Muhammad Wa Ala Ali Sayidina Muhammad... Amma Ba`Du.
Sebagai hamba Allah yang beriman marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kesehatan iman lahir dan batin kepada kita semua,
Salawat dan salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungan kita nabi Allah Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat manusia dari peradaaban hidup yang jahiliyah menuju pada peradaban hidup yang modern,,,, yg penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang kita rasakan pada saat ini. Semoga kita semua termasuk hambanya yang taat, yang berhak mendapatkan syafaatnya di hari akhir kelak.
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas kesediaannya mengunjungi situs ini. Insya Allah, di situs ini anda akan lebih mengenal tentang Perguruan Pencak Silat Gonggo Cimande - Tarikolot
Berikut adalah rangkuman singkat tentang Sejarah Profil KH. Maimun Zubair sebagai berikut:

Kisah Sang Kiai Di Sarang, Rembang, Jawa Tengah, KH. Maimun Zubair lahir pada 28 Oktober 1928. Maimun merupakan putra pertama Kiai Zubair Dahlan dan Nyai Mahmudah. Sang ibunda adalah putri dari Kiai Ahmad bin Syu'aib, pendiri pesantren al-Anwar yang kelak diwariskan kepada Maimun.
Ayah Maimun, Kiai Zubair Dahlan, adalah sosok guru yang telah melahirkan banyak ulama di tanah air, meskipun tidak punya pesantren sendiri. Dikutip dari buku 3 Ulama Kharismatik Nusantara (1988) karya Amirul Ulum, keilmuan dan kealiman Kiai Zubair Dahlan bahkan diakui hingga ke negeri jiran.
Mbah Moen juga dididik langsung oleh ayahnya sedari kecil. Ia mempelajari ilmu-ilmu ajaran Islam dengan baik. Bahkan, saat remaja, Maimun sudah hafal berbagai kitab macam al-Jurumiyyah, al-Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharot Tauhid, Sullamul Munauroq, dan masih banyak lagi.
Tahun 1945, Maimun menimba ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Saat itu, usianya baru menginjak 17 tahun. Ia diasuh oleh para ulama di Lirboyo, antara lain: Kiai Haji Abdul Karim atau Mbah Manab, Kiai Mahrus Ali, juga Kiai Marzuki.
Maimun kemudian pergi ke Mekah saat usia 21 tahun bersama kakeknya, Kiai Haji Ahmad bin Syu’aib. Sang kakek membawanya berguru kepada ulama-ulama besar, termasuk kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly, dan lainnya.
Pulang ke tanah air, Maimun terus memperdalam ilmunya. Ia kerap mengunjungi alim-ulama di seantero Jawa, di antaranya adalah Kiai Baidhowi yang kemudian menjadi mertuanya, Kiai Ma’shum, Kiai Bisri Musthofa, Kiai Abdullah Abbas Buntet, hingga Syekh Abul Fadhol Senori. Selain itu, Mbah Moen juga aktif di kepengurusan NU. Pada 1985-1990, ia menjabat sebagai Ketua Syuriah NU Provinsi Jawa Tengah.
Mbah Moen duduk sebagai wakil rakyat di DPRD Rembang selama 7 tahun, dari 1971 hingga 1978. Setelah itu, dikutip dari Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru (1996) karya Abdul Aziz Thaba, Mbah Moen melenggang ke Jakarta sebagai anggota MPR-RI sejak 1987 dari Fraksi Utusan Daerah.
Setelah Reformasi 1998 yang menandai tumbangnya rezim Orde Baru, dan seiring berakhirnya masa baktinya di MPR-RI pada 1999, Mbah Moen kembali ke Rembang untuk memimpin pesantren al-Anwar di Sarang. Meskipun begitu, Mbah Moen tetap menjadi panutan banyak tokoh nasional. Dalam konflik panjang PPP, misalnya, Mbah Moen berperan sebagai penengah antara kubu Romahurmuziy dan Djan Faridz kendati islah memang masih sulit terwujud
Pengaruh dan karisma Mbah Moen seolah tak lekang ditelan zaman dan menjadi rujukan bagi mereka yang sedang bertarung di pentas politik. Di Pilgub Jawa Tengah 2018 lalu, misalnya, dua kandidat gubernur yakni Ganjar Pranowo dan Sudirman Said sama-sama sowan ke Rembang untuk meminta restu dari Mbah Moen.
Bahkan, kedua kandidat ini meminang dua putra Mbah Moen sebelum maju ke Pilgub Jawa Tengah. Ganjar mendekati Taj Yasin Maimoen, sementara Sudirman berusaha merangkul Majid Kamil Maimoen. Pasangan Ganjar-Gus Yasin terwujud dan memenangkan pilgub, sedangkan Sudirman akhirnya berpasangan dengan Ida Fauziyah.
Di tingkatan pesta demokrasi yang lebih tinggi pun demikian, termasuk di dua perhelatan Pilpres terakhir dengan dua kandidat yang sama yakni Joko Widodo (Jokowi) melawan Prabowo Subianto. Dua tokoh nasional ini beberapa kali berkunjung ke kediaman Mbah Moen.
Mbah Moen pun dengan tegas menyatakan dukungan, biasanya selaras dengan calon yang disokong DPP PPP. Di Pilpres 2014, Prabowo menjadi pilihan Mbah Moen. Sementara untuk Pilpres 2019 kemarin, Mbah Moen mendukung Jokowi kendati sempat terjadi silap kata dalam doa sang kiai.
Di PPP, Mbah Moen menempati posisi sebagai Ketua Majelis Syariah yang diembannya sejak 2004 hingga wafatnya. Pada 6 Agustus 2019, sang kiai karismatik yang amat berpengalaman di ranah politik ini mengembuskan nafas terakhir dengan tenang di Mekah.
Jenazah Kiai Haji Maimun Zubair dikebumikan di tanah suci, berdampingan dengan pusara guru-gurunya terdahulu, serta berada satu kompleks dengan makam istri Nabi Muhammad, Siti Khadijah.
Sumber :https://tirto.id
Sumber :https://tirto.id
Demikian Informasi yang dapat kami sampaikan tentang profil singkat K.H Maimun Zubair , semoga dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat kita memperlajari untuk mencintai Nabi Muhammad Saw. dan para sahabat maupun keturunannya. Lebih dan kurangnya mohon dimaafkan, yang benar datangnya dari Allah SWT Yang Maha Benar, dan yang salah, khilaf, atau keliru itu datangnya dari saya pribadi sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari salah, khilaf dan dosa.
Wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokaatuh